Selamat Datang

Selamat Datang di Web Blog Patriot Cahaya. Web Blog ini berisi perjalanan penulis Senda Irawan dan Novel Patriot Cahaya. Bagi sobat pembaca yang ingin mengetahui tentang Patriot Cahaya Berikut ini petunjuk link yang bisa diklik:

Klik Sinopsis - Untuk mengetahui sinopsis dari Patriot Cahaya.

Klik Endorsement - Untuk mengetahui siapa saja yang mengendorse Patriot Cahaya.

Klik Youtube - Untuk melihat preview youtube-nya.

Klik Interview Majalah - Untuk melihat berita tentang interview Senda Irawan di majalah-majalah yang pernah mewawancarainya.

Klik Interview TV - Untuk melihat berita tentang interview Senda Irawan di televisi yang pernah mewawancarainya.

Klik Bedah Buku - Untuk melihat berita tentang acara bedah buku yang Senda Irawan lakukan.

Preview Patriot Cahaya

Rabu, 20 Juli 2011

Bertemu dengan Bu Naning Pranoto, penulis Indonesia pertama yang mendapatkan gelar master bidang penulisan di University of Western Sydney.

Sudah lama sekali saya ingin bertemu dengan Bu Naning Pranoto, banyak yang bilang pada saya beliau adalah orang yang wajib di gali oleh semua penulis karena ilmu penulisannya paling baik di Indonesia, bahkan mungkin beliau adalah orang Indonesia pertama yang mengambil bidang master dalam bidang creative writing di Australia.

Jadilah saya kesana berangkat sendiri bertemu beliau di sebuah rumah yang terletak di Bukit Sentul dengan pemandangan yang luar biasa. Ketika saya ke rumahnya, saya disambut hangat oleh beliau. Begitu saya masuk saya langsung terkejut ketika melihat tumpukan buku-buku.... Saya tercengang karena hampir setiap sudut rumah dipenuhi dengan buku-buku. Koleksi buku-buku saya, sepertinya tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan Bu Naning yang bisa dibilang buanyak banget....



Ketika duduk mulailah saya berdiskusi dengan beliau tentang dunia penulisan di Indonesia. Menurut beliau banyak sekali sekarang ini penulis yang tidak mengikuti kaidah penulisan yang benar. Beliau terkadang kerap kali menggelengkan kepala saat melihat kualitas tulisan yang datang kepadanya di bawah standar. Bahkan ada seorang ibu yang marah-marah kepada beliau saat beliau mengomentari naskah anaknya yang tidak layak dijadikan sebuah buku.

Sejujurnya ketika bertemu beliau saya sedikit gugup, entahlah karena apa saya gugup yang jelas saya seperti menemukan maestro penulis yang selama ini saya cari dan saya sepertinya memang harus berguru dengan beliau. Dalam dunia musik mungkin perasaan saya seperti bertemu dengan Mozart atau Bethoven yang sudah menciptakan partitur indah dalam sebuah komposisi musik. Dalam bidang penulisan, saya merasakan hal seperti itu. Saya sendiri baru kali ini tidak pede membawa karya saya ke beliau, karena menurut beberapa teman saya, beliau orangnya sangat keras dan kritis ketika terdapat banyak kesalahan dalam bidang penulisan.

Jadilah saya menyerahkan dengan sedikit tertunduk, saat itu tidak ada komentar apapun dari buku saya, beliau hanya menaruh karena memang sedang sibuk dengan beberapa pekerjaan yang harus diselesaikannya. Sambil memberikan beberapa ilmu tentang penulisan, beliau dengan semangat menceritakan bagaimana sebuah proses sebuah novel agar bisa dikatakan baik.

Yang pertama adalah kaidah gaya bahasa Indonesia yang sesuai dengan ejaan yang disempurnakan. Beliau sangat tidak mentolerir kata-kata dari bahasa gaul yang tumbuh dan kembang di masyarakat belakangan ini. Prinsip berbahasa yang baik ditanamkan sekali dan terlihat dari karya-karyanya yang sudah keluar baik secara indie maupun penerbit besar.

Yang kedua adalah observasi. Sebisa mungkin dalam membuat sebuah cerita kita harus mengobservasi langsung tempatnya. Jangan asal buat buku tapi tidak mengikuti standarisasi observasi yang ada.

Yang ketiga adalah kejelian dalam menciptakan karya yang orisinil, jangan pernah terpengaruh melihat naskah-naskah yang sudah ada di pasaran. Biarkanlah setiap orang diberi kebebasan untuk menciptakan master piece tanpa harus mengekor satu sama lain.

Dan yang terakhir adalah jangan hanya duduk diam menanti hasil penjualan di toko buku, kita harus dengan aktif mempromosikan buku kita sendiri. Bu Naning sendiri mampu menjual lebih dari 1000 buku dalam kurun waktu satu bulan dengan bukunya Creative Writing.

Ke empat pelajaran berharga tersebut beliau berikan selama perbincangan dengan saya selama kurang lebih tiga jam. Ada beberapa poin lagi yang diberikan oleh bu Naning, sayangnya bila saya ungkap dalam medium blog ini sepertinya akan terlalu panjang, jadi empat poin penting itu dulu yang bisa saya share kepada sobat pembaca semua.

Senda

-Penjejak Cahaya-

2 komentar:

  1. Bu Naning menjadi ketua dewan juri lomba menulis cerita pendek remaja (LMCR). Tahun lalu anak saya yang SMP mengikutinya. Ketika hendak dikirim, ia menyodorkan naskah itu ke saya untuk dikoreksi. Lalu saya mencari informasi siapakah Bu Naning itu. Dari www.rayakultura.com saya tahu beliau. Sekali lagi saya perhatikan syaratnya bahwa karya itu harus ditulis dalam bahasa literer. Lalu naskah itu saya edit keras. Hanya kaidah-kaidah ejaan yang saya betulkan. Dasar ide anak saya yang brilian, saya sempurnakan dengan aturan-aturan baku itu, alhasil Karina keluar sebagai pemenang utama LMCR dengan karya berjudul Kali Garang. Saya dan anak saya juga sempat mengikuti creative writing workshop Bu Naning. Semakin saya mengenal betapa keras dan disiplinnya Sang Maestro ini.
    Salam,

    Handono Warih

    BalasHapus
  2. Didikan Bu Naning memang keras, namun beliau tidak pernah pelit membagi ilmunya. Itu yang saya rasakan ketika bertemu dengan beliau, saya sendiri masih belum menggali lebih dalam saat bertemu dengan Bu Naning, saya masih menunggu waktu kosong bu Naning untuk kembali belajar dengan beliau.
    Terima kasih Bapak Handono yang sudah berbagi di blog saya.... :)

    Senda
    Penjejak Cahaya

    BalasHapus