Selamat Datang

Selamat Datang di Web Blog Patriot Cahaya. Web Blog ini berisi perjalanan penulis Senda Irawan dan Novel Patriot Cahaya. Bagi sobat pembaca yang ingin mengetahui tentang Patriot Cahaya Berikut ini petunjuk link yang bisa diklik:

Klik Sinopsis - Untuk mengetahui sinopsis dari Patriot Cahaya.

Klik Endorsement - Untuk mengetahui siapa saja yang mengendorse Patriot Cahaya.

Klik Youtube - Untuk melihat preview youtube-nya.

Klik Interview Majalah - Untuk melihat berita tentang interview Senda Irawan di majalah-majalah yang pernah mewawancarainya.

Klik Interview TV - Untuk melihat berita tentang interview Senda Irawan di televisi yang pernah mewawancarainya.

Klik Bedah Buku - Untuk melihat berita tentang acara bedah buku yang Senda Irawan lakukan.

Preview Patriot Cahaya

Minggu, 02 Oktober 2011

Share potongan kecil dari perjalanan saya di dunia penulisan....

Entah saya harus mulai dari mana saya mulai, mungkin saya akan mulai dengan membuka tabir kejujuran tentang profesi menulis sebenarnya. Tidak semudah yang dibayangkan untuk bisa menjadi seorang penulis, terlebih bila jalur kepenulisan yang dipilih adalah penulis buku. Ketika engkau ingin menjadi idealis sepenuhnya maka tantangan demi tantangan mulai didapatkan....

Buku pertama adalah proyek idealis yang tidak pernah saya sangka akan mengantarkan saya sejauh ini. Namun bukan tanpa perjuangan saya memulai itu semua. Di buku pertama saya harus berjuang meyakinkan orang lain untuk mendukung dan membeli buku saya.

Dan mata saya kemudian terbuka....

Dari buku pertama, saya kemudian harus menerima kenyataan bahwa semua yang sudah kita impikan tidak sesuai dengan harapan. Penjualan buku saya memang cukup baik saat itu, namun pil pahit untuk tidak bisa dilanjutkan cetak membuat saya berpikir ulang tentang profesi ini.

Pertama yang membuat saya harus menelan pil pahit adalah kenyataan bahwa banyak orang Indonesia yang ternyata tidak menyukai buku. Bahkan untuk membaca saja mereka enggan....

Satu poin cerita yang membuat saya waktu itu cukup membuat saya sakit hati adalah ketika seorang teman cerita akan membeli buku saya kalau sudah keluar bajakannya di Kwitang. Sungguh ketika itu saya sangat terpukul ketika tahu profesi ini sebenarnya semakin tidak dihargai.

Minta Gratisan, No Way!....


Saya semakin risih ketika seseorang kemudian datang kepada saya meminta gratisan buku. Ini adalah bagian yang sampai sekarang saya tidak pernah habis pikir, apa saja yang ada di benak peminta? Bahkan sempat ada beberapa orang yang saya marahi ketika menghubungi saya karena tujuan mereka menghubungi saya hanya untuk meminta buku gratisan saja.

Bukan saya pelit atau tidak ingin membagi buku saya, hanya saja rasanya meminta buku pada buku itu adalah tindakan paling tidak menghargai yang pernah saya tahu. Untuk sebuah buku yang ditulis dari sahabat saya saja, saya beli kontan tanpa minta embel-embel apapun. Bagi saya dengan cara ini, saya bisa menghargai dunia penulisan dan perbukuan di Indonesia.

Kalau industri perbukuan dan penulisan kita maju, secara tidak langsung akan membuat bangsa kita semakin maju bukan? Namun apa yang terjadi? Lagi-lagi saya harus dikecewakan oleh ulah segelintir orang yang ingin mendapatkan keuntungan sesaat tanpa mau tahu bagaimana seorang penulis bekerja keras menyelesaikan bukunya.

Padahal kalau mau jujur untuk sebuah buku idealis saya bisa menyelesaikan dalam waktu cukup lama, antara satu bulan hingga dua setengah tahun. Jadi sejak saat itu saya kemudian memiliki sebuah prinsip yang kuat tentang meminta buku. Kalau anda menghargai saya sebagai penulis, maka beli dan baca karya saya, itu saja sudah cukup membuat semua penulis senang dan dihargai....

Saya tidak berhenti, meski dahulu pada satu waktu saya ingin keluar dari dunia ini....


Sejujurnya saya harus realistis dengan semua pendapatan yang saya dapatkan ketika pertama kali menulis. Kedua orang tua saya khawatir saya tidak bisa hidup dengan pendapatan saya yang bisa dibilang sangat jauh dibawah kebanyakan orang. Saya sendiri diam-diam sering merenung dan bertanya pada diri sendiri, "apa saya keluar saja dari dunia menulis?"

Anehnya, setiap saat mempertanyakan hal ini, beberapa job menulis selalu datang menghampiri saya, hingga membuat saya sendiri berpikir kembali tentang petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Allah SWT pada saya.

Seorang teman kemudian menasihati saya, "pada dasarnya setiap orang sudah ada rezeqi dan tidak akan pernah tertukar sedikitpun rezeqinya."

Kalimat ini yang kemudian menjadi teman di kala fase-fase sulit yang pernah saya alami selama menjadi penulis, terutama ketika dalam satu waktu empat buku saya ditolak semua.

Bedah Buku = Ngamen....


Kata-kata ini saya dapatkan dari salah seorang penulis yang juga menjadi sahabat saya, katanya kalah mengamen itu belum tentu penjualan buku kita baik. Kalau cuma kepuasan launching saja sih, itu cuma milik para penulis baru....

Pernyataan ini tersirat dibicarakan dalam obrolannya. Sejujurnya hati kecil saya bertentangan dengan pernyataan ini. Kalau memang buku hanya dinilai dari penjualannya saja, bagaimana kita bisa memperkaya khasanah baru dalam dunia penulisan. Apakah kita hanya jadi bangsa pengekor saja dengan mengikuti karya-karya best seller dari penulis lain saja?

Ngamen, buat saya adalah sesuatu yang penting yang harus dilalui oleh siapapun penulis. Dalam ngamen, ada nilai pertanggungjawaban yang harus kita siapkan ketika berhadapan dengan pembaca. Tidak hanya itu ngamen juga memperlancar kemampuan public speaking untuk penulis. Dengan sering ngamen seorang penulis akan mampu menjawab setiap pertanyaan yang ditanyakan pada pembaca dengan baik.

Akan terlihat berbeda, seorang penulis yang memiliki jam terbang ngamen dengan penulis yang tidak punya jam terbang ngamen.

Mendistribusikan sakit hati dengan lebih produktif lagi....


Pada dasarnya saya bukan penulis yang senang mengumpat, namun kerap kali saya menemukan beberapa teman penulis curhat tentang dunia penulisan yang sudah tidak memiliki tempat lagi untuk buku yang baik dan berkualitas. Semua hanya didasarkan pada industri semata saja, kalau penjualan buku kurang baik maka harus siap dibalikkan dalam jangka waktu tiga bulan. Bahkan ada yang memaki-maki sistem yang terlalu kapitalis di dunia perbukuan.

Saya sendiri bukannya menutup kuping dan tidak mengetahui hal ini, hanya saja saya ingin melewati fase-fase sulit dari dunia perbukuan ini. Sama halnya dengan dunia musik, dahulu ketika pembajakan merajalela, tidak ada musisi yang mampu mencegahnya, bahkan mereka harus gigit jari ketika tahu penjualan album mereka tidak sebaik yang mereka harapkan. Namun tren kemudian berganti dari media CD ke ringbacktone, dan kini para musisi bisa lebih bernafas ketika ringbacktone bisa mereka jadikan acuan untuk hidup.

Sama halnya dengan dunia perbukuan, saya yakin sekarang ini sedang masa transisi untuk bisa menjadi lebih baik lagi. Entah formula apa yang sedang dan akan dibuat di industri ini, satu hal yang saya percaya, kita yang berkualitas akan selalu dicari untuk mengisi kekosongan di industri ini. Banyaknya penulis yang tumbang mungkin akan menjadikan profesi ini menjadi semakin mahal di kemudian hari dan saya ingin menjadi salah satu di dalamnya.

Pesan guru saya yang masih saya ingat, "tidak perlu takut kalau kamu memang punya kemampuan dan kualitas, biasanya mereka akan selalu ingat dan mencari terus kemanapun kamu melangkah...."

Jadi buat saya ini adalah momentum untuk lebih produktif lagi dalam dunia menulis, bukan begitu?....

***


Sebenarnya masih banyak uneg-uneg saya tentang perjalanan dan dunia penulisan yang sudah saya arungi, namun pasca pemulihan sakit ini membuat saya sedikit mengerem tulisan saya di blog. Mudah-mudahan sedikit tulisan di awal bulan Oktober ini, bermanfaat bagi yang membacanya.... :)

-Senda-
Penjejak Cahaya